Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 Oktober 2011

Kerajaan Yehuda


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Yehuda
3by2white.svg 1000 SM–586 SM
Ibu kota Yerusalem
Pemerintahan Monarki
Raja
 - Lihat teks Lihat teks
Era bersejarah Zaman Besi
 - Raja Daud 1000 SM
 - Raja Zedekia 586 SM

Kerajaan Serikat Salomo terpecah, dengan Yerobeam memerintah seluruh Kerajaan Israel Utara (warna hijau pada peta)
Kerajaan Yehuda (Ibrani: מַלְכוּת יְהוּדָה, Standar Malḫut Yəhuda Tiberias Malḵûṯ Yəhûḏāh) hidup pada dua periode dalam sejarah Yahudi. Menurut Alkitab Ibrani, kerajaan muncul di Yehuda setelah wafatnya Saul, saat suku Yehuda mengangkat Daud, yang berasal dari Suku Yehuda, untuk memerintah wilayah tersebut. Setelah tujuh tahun Daud menjadi raja Kerajaan Israel serikat. Selama masa-masa ini, Yerusalem menjadi ibukota dari kerajaan serikat. (2 Samuel 5:6-7) Namun, pada sekitar 930 SM, kerajaan serikat terpecah, dengan sepuluh dari dua belas suku Israel menolak cucu Daud Rehabeam sebagai raja mereka. Kerajaan Yehuda yang baru muncul sebagai salah satu pemerintahan, dan pemerintahan lainnya yang dikenal dengan Kerajaan Israel, atau Israel. Kerajaan Yehuda ini sering disebut sebagai Kerajaan Selatan, sedangkan Kerajaan Israel karena perpecahan tersebut disebut Kerajaan Utara. Yehuda bertahan hingga 586 SM, saat kerajaan tersebut diserbu oleh Kekaisaran Babilonia di bawah Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal Nebukadnezar. (2 Raja-raja 25:8-21) Dengan pengasingan penduduk dan penghancuran Kuil dan Yerusalem, penghacuran kerajaan selesai sudah.
Dinasti Daud dimulai ketika suku Yehuda mengangkat Daud sebagai raja setelah wafatnya Saul. Garis Daud berlanjut saat ia menjadi raja Kerajaan Israel serikat. Saat kerajaan serikat terpecah, suku Yehuda dan Benyamin tetap mengikuti garis Daud, yang memerintah hingga kerajaan dihancurkan pada tahun 586 SM. Walau begitu, garis Daud tetap dihormati oleh para buangan di Babilonia, yang menghormati Rosh Galut sebagai raja dalam pembuangan.

Daftar isi

 [sembunyikan

[sunting] Wilayah


Peta Levant selatan, 830-an SM. ██ Kerajaan Yehuda ██ Kerajaan Israel ██ Negara Kota Filistin ██ Kerajaan Edom ██ Kerajaan Aram-Damaskus ██ Suku Aram ██ Kekaisaran Asyur ██ Kerajaan Moab ██ Suku Arubu ██ Suku Nabatu
Kerajaan Yehuda terdiri dari teritori suku Yehuda, Simeon, dan Benyamin, sebuah wilayah dengan sekitar 8.900 km² (3,436 mil²). Ibukotanya adalah Yerusalem, yang terletak di teritori suku Benyamin.
Wilayah yang menyusun kerajaan terdiri dari wilayah yang dikenal sebagai Har Yehudah ("pegunungan (wilayah) curam"). Wilayah tersebut dulunya merupakan kediaman bangsa Keni, Caleb, Otniel, dan di Yerusalem bangsa Yebus.

[sunting] Sejarah


Raja dan pasukan Yahudi di Yehuda kuno
Kerajaan serikat merupakan kesatuan dari dua belas suku Israel yang hidup di wilayah yang saat ini merupakan Israel dan Palestina modern. Kerajaan ini berdiri dari sekitar 1030-930 SM.
Setelah wafatnya Salomo (Sulayman) pada 931 SM, sepuluh suku di utara menolak menerima Rehabeam sebagai raja mereka, dan sebagai gantinya pada sekitar tahun 930 SM memilih Yerobeam, yang bukan dari garis Daud, sebagai raja mereka. Kerajaan utara kemudian dikenal dengan Kerajaan Israel atau Israel. Pemberontakan terjadi di Sikhem, dan suku Yehuda merupakan yang tersisa pertama kali yang menerima Keluarga Daud. Kemudian, setelah suku Benyamin bergabung dengan Yehuda, Yerusalem (yang terletak di teritori Benyamin: Yosua 18:28) menjadi ibukota kerajaan baru tersebut. Kerajaan selatan disebut dengan kerajaan Yehuda atau Yehuda. 2 Tawarikh 15:9 juga menyebutkan bahwa anggota suku-suku Efraim, Manasye, dan Simeon "melarikan diri" ke Yehuda selama pemerintahan Asa dari Yehuda.
Selama enam puluh tahun pertama, raja-raja Yehuda berusaha mengembalikan otoritas mereka terhadap kerajaan utara, dan terjadi perang yang terus berkecamuk di antara mereka. Selama delapan puluh tahun berikutnya, sudah tidak terjadi lagi perang terbuka di antara mereka, dan kemudian menjadi saling bersekutu, bekerja sama melawan musuh mereka, khususnya Damaskus.
Israel berdiri sebagai sebiah negara merdeka hingga sekitar tahun 720 SM saat terjadi penaklukkan oleh Kekaisaran Asyur. Alkitab mengisahkan bahwa seluruh orang Israel dibuang, yang kemudian dikenal dengan "Sepuluh suku yang hilang". Namun, diperkirakan hanya seperlima populasi (sekitar 40.000) yang benar-benar dipindahkan dari wilayah mereka selama dua periode pengasingan dibawah Tiglath-Pileser III dan Sargon II.[1] Banyak orang Israel juga melarikan diri ke selatan ke Yerusalem, yang menjadi lima kali lipat lebih luas selama periode ini, sehingga didirikan sebuah tembok baru dan sebuah mata air (Siloam) yang disediakan oleh Raja Hizkia.
Setelah kehancuran Israel, Yehuda masih bertahan hingga sekitar satu setengah abad hingga ditaklukkan oleh bangsa Babilonia.
Raja Hizkia dari Yehuda (727-698 SM) dalam Alkitab disebutkan sebagai pemrakarsa pembaharuan yang memaksa hukum Yahudi menolak pemberhalaan (dalam hal ini, penyembahan terhadap Ba'alim and Asyera di antara dewa-dewa tradisional Timur Dekat). [2][3] Selama kekuasaannya juga tertanggal inskripsi Siloam dalam alfabet Ibrani Lama.
Manasye dari Yehuda (698-642 SM), mengorbankan putranya kepada Molokh, 2 Raja-raja 21. Dia dan putranya Amon (berkuasa 642-640 SM) mengembalikan reformasi Hizkia dan secara resmi mengadakan kembali pemberhalaan. Menurut cerita-cerita kenabian, Manasye meletakkan sebuah berhala berwajah empat di Tempat Maha Kudus dari Tempat-tempat Kudus.
Pada pemerintahan raja Yosia (640-609 SM) terjadi reformasi agama. Menurut Alkitab, saat pemulihan dilakukan di Kuil, sebuah 'Kitab Hukum' ditemukan (kemungkinan Kitab Ulangan).[4]
Pada 586 SM, bangsa Babilonia, dibawah raja Nebukadnezar II, mengepung Yerusalem. Kuil Pertama dihancurkan begitu pula kota Yerusalem. Hingga saat ini, penghancurkan diperingati oleh orang Yahudo pada 9 Abib, atau Tisya B'Ab.[5]
Akibat penaklukkan ini, banyak penduduk Yehuda diasingkan dari tanah mereka dan disebar ke seluruh Kekaisaran Babilonia, dan kerajaan Yehuda merdeka berakhir. Keluarga Daud masih tetap dihormati dan diterima sebagai pemimpin komunitas Yahudi Babilonia sebagai Rosh Galut. Kerajaan Yahudi dikembalikan oleh para Makabe empat abad kemudian dalam bentuk yang telah dimodifikasi.

[sunting] Nabi-nabi Yehuda

[sunting] Raja-raja Yehuda


Genalogi raja-raja Yehuda & raja-raja Israel.

Untuk periode-periode ini, banyak sejarawan mengikuti kronologi lama yang ditetapkan William F. Albright atau Edwin R. Thiele, atau kronologi baru oleh Gershon Galil atau Kenneth Kitchen, seluruhnya dipaparkan di bawah ini. Seluruhnya Sebelum Masehi (SM).
Albright Thiele Galil Kitchen Nama Umum/Alkitab Nama kekuasaan dan sebutan Catatan Lama memerintah Nabi Ayat
1000–962 1010–970 1010–970 Daud דוד בן-ישי מלך ישראל
David ben Yishai, Melekh Ysra’el
Berkuasa di seluruh Israel & Yehuda di Yerusalem selama 33 tahun dan 7 tahun di Hebron, seluruhnya 40 tahun.
Wafat: penyebab alami
40 Natan 2 Samuel
962–922 970–931 971–931 Salomo שלמה בן-דוד מלך ישראל
Shelomoh ben David, Melekh Ysra’el
Berkuasa atas Israel & Yehuda di Yerusalem selama 40 tahun.
Wafat: penyebab alami
Putra Daud dengan Betsyeba, hak warisnya diperselisihkan oleh kakaknya Adonia
40
1 Raja-raja 2-11
922–915 931–913 931–914 931–915 Rehabeam רחבעם בן-שלמה מלך יהודה
Rehav’am ben Shlomoh, Melekh Yehudah
Wafat: penyebab alami 17
1 Raja-raja 12-14,
2 Tawarikh 10-12
915–913 913–911 914–911 915–912 Abia אבים בן-רחבעם מלך יהודה
’Aviyam ben Rehav’am, Melekh Yehudah
Wafat: penyebab alami 3
1 Raja-raja 15,
2 Tawarikh 13
913–873 911–870 911–870 912–871 Asa אסא בן-אבים מלך יהודה
’Asa ben ’Aviyam, Melekh Yehudah
Wafat: penyakit kaki akut 41
1 Raja-raja 15,
2 Tawarikh 14-16
873–849 870–848 870–845 871–849 Yosafat יהושפט בן-אסא מלך יהודה
Yehoshafat ben ’Asa, Melekh Yahudah
Wafat: penyebab alami 25
1 Raja-raja 22,
2 Tawarikh 17
849–842 848–841 851–843 849–842 Yoram יהורם בן-יהושפט מלך יהודה
Yoram ben Yehoshafat, Melekh Yahudah
Wafat: Penyakit usus yang tidak dapat sembuh 8 Obaja 2 Raja-raja 8-9, 11,
2 Tawarikh 21
842–842 841–841 843–842 842–841 Ahazia אחזיהו בן-יהורם מלך יהודה
’Ahazyahu ben Yehoram, Melekh Yehudah
Wafat: dibunuh Yehu, yang merebut singgasana Israel 1
2 Raja-raja 8,
2 Tawarikh 22
842–837 841–835 842–835 841–835 Atalya (Ratu) עתליה בת-עמרי מלכת יהודה
‘Atalyah bat ‘Omri, Malkat Yehudah
Wafat: dibunuh oleh tentara yang diutus oleh Yoyada sang Imam untuk melindungi Yoas.
Ibu Ratu, janda Yerobeam dan ibu Ahazia
6
2 Raja-raja 11,
2 Tawarikh 22-24
837–800 835–796 842–802 841–796 Yoas יהואש בן-אחזיהו מלך יהודה
Yehoash ben ’Ahazyahu, Melekh Yehudah
Wafat: dibunuh oleh pegawainya bernama: Yozakar anak Simeat & Yozabad aanak Somer, orang-orang Moab. 40 Yoel 2 Raja-raja 11-12,
2 Tawarikh 24
800–783 796–767 805–776 796–776 Amazia אמציה בן-יהואש מלך יהודה
’Amatzyah ben Yehoash, Melekh Yehudah
Wafat: dibunuh di Lakhis oleh lelaki yang diutus oleh pegawainya yang melakukan konspirasi terhadapnya. 29
2 Raja-raja 15,
2 Tawarikh 25
783–742 767–740 788–736 776–736 Uzia
(Azarya)
עזיה בן-אמציה מלך יהודה
‘Uziyah ben ’Amatzyah, Melekh Yehudah
עזריה בן-אמציה מלך יהודה
‘Azaryah ben ’Amatzyah, Melekh Yehudah
Wafat: Tzaraas
George Syncellus menulis bahwa Olimpiade Pertama berlangsung pada tahun ke-48 pemerintahan Uzia.
52
2 Raja-raja 15,
2 Tawarikh 26
742–735 740–732 758–742 750–735/30 Yotam יותם בן-עזיה מלך יהודה
Yotam ben ‘Uziyah, Melekh Yehudah
Wafat: penyebab alami 16 Mikha Yesaya 2 Raja-raja 15, Yesaya,
2 Tawarikh 27
735–715 732–716 742–726 735/31–715 Ahas אחז בן-יותם מלך יהודה
’Ahaz ben Yotam, Melekh Yehudah
Wafat: penyebab alami
Raja Asyur Tiglath-Pileser III mencatat bahwa ia menerima persembahan dari Ahas; bandingkan 2 Raja-raja 16:7-9
16 Mikha Yesaya 2 Raja-raja 16, Yesaya,
2 Tawarikh 28
715–687 716–687 726–697 715–687 Hizkia חזקיה בן-אחז מלך יהודה
Hizqiyah ben ’Ahaz, Melekh Yehudah
Wafat: penyebab alami
Satu zaman dengan Sanherib dari Asyur dan Merodakh-Baladan dari Babilonia.
29 Mikha Yesaya 2 Raja-raja 18-20,
2 Tawarikh 29-32
687–642 687–643 697–642 687–642 Manasye מנשה בן-חזקיה מלך יהודה
Menasheh ben Hizqiyah, Melekh Yehudah
Berkuasa paling lama dalam sejarah Yehuda.
Wafat: penyebab alami
Disebutkan dalam catatan Asyur satu zaman dengan Esarhadon
55 Nahum 2 Raja-raja 21,
2 Tawarikh 33
642–640 643–641 642–640 642–640 Amon אמון בן-מנשה מלך יהודה
’Amon ben Menasheh, Melekh Yehudah
Wafat: dibunuh oleh pegawainya yang kemudian dibunuh oleh orang Yehuda. 2
2 Raja-raja 21,
2 Tawarikh 33
640–609 641–609 640–609 640–609 Yosia יאשיהו בן-אמון מלך יהודה
Yo’shiyahu ben ’Amon, Melekh Yehudah
Wafat: terkena panah dalam pertempuran melawan Neco dari Mesir. Dia wafat saat tiba di Yerusalem. 31 Zefanya 2 Raja-raja 22-23
609 609 609 609 Yoahas יהואחז בן-יאשיהו מלך יהודה
Yeho’ahaz ben Yo’shiyahu, Melekh Yehudah
Wafat: Neco, raja Mesir, menurunkannya dari tahta dan menggantikannya dengan saudaranya, Eliakim. Dibawa ke Mesir, dimana ia wafat. 3 bulan Yeremia 2 Raja-raja 23,
2 Tawarikh 36
609–598 609–598 609–598 609–598 Yoyakim יהויקים בן-יאשיהו מלך יהודה
Yehoyaqim ben Yo’shiyahu, Melekh Yehudah
Wafat: penyebab alami
Pertempuran Karkemis terjadi dalam tahun ke-4 pemerintahannya (Yeremia 46:2)
11 Yeremia 2 Raja-raja 23-24, Yehezkiel,
2 Tawarikh 36
598 598 598–597 598–597 Yoyakhin
(Yekonia)
יהויכין בן-יהויקים מלך יהודה
Yehoyakhin ben Yehoyaqim, Melekh Yehudah
יכניהו בן-יהויקים מלך יהודה
Yekhonyahu ben Yehoyaqim, Melekh Yehudah
Wafat: Raja Nebukadnezar dari Babilonia mengirimnya dan membawanya ke Babilonia, dimana ia hidup & wafat.
Yerusalem dikepung oleh orang Babilonia dan Yoyakhin diberhentikan pada 16 Maret 597 SM. Disebut Yekonia dalam Yeremia dan Ester
3 bulan 10 hari Yeremia 2 Raja-raja 24, Yehezkiel,
2 Tawarikh 36
597–587 597–586 597–586 597–586 Zedekia צדקיהו בן-יהויכין מלך יהודה
Tzidqiyahu ben Yo’shiyahu, Melekh Yehudah
Wafat: tidak diketahui.
Pada pemerintahannya muncul pemberontakan kedua terhadap Nebukadnezar (588-586 SM). Yerusalem dikepung setelah serangan yang berturut-turut, kuil dibakar, Zedekia buta daan dibawa ke pembuangan, dan Yehuda berubah menjadi sebuah provinsi.
11 Yeremia 2 Raja-raja 24-25, Yehezkiel,
2 Tawarikh 36

[sunting] Dari akhir kerajaan hingga sekarang

Setelah berakhirnya kerajaan kuno tersebut, wilayah tersebut dikuasai oleh kekuasaan asing, dibawah kekuatan-kekuatan berikut:

Kerajaan Kadiri


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Panjalu, Kediri
Kediri Kingdom id.svg
Kerajaan Janggala dan Panjalu (Kediri), kemudian bersatu menjadi Kerajaan Kediri
Berdiri 1042-1222
Didahului oleh Kahuripan
Digantikan oleh Singasari
Ibu kota Daha, Dahanapura
Bahasa Jawa Kuna
Agama Hindu
Buddha
Pemerintahan
-Raja pertama
-Raja terakhir
Monarki
Sri Samarawijaya (1042-?)
Kertajaya (1194-1222)
Jayakatwang (1292-1293)
Sejarah
-Dibagi dari Kahuripan
-Bergabung kembali dengan Janggala
-Kakawin Bhāratayuddha selesai ditulis
-Runtuh oleh pemberontakan Ken Arok

1042

antara 1116-1135


1157


1222

Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

Daftar isi

 [sembunyikan

[sunting] Latar Belakang

Arca Wishnu, berasal dari Kediri, abad ke-12 dan ke-13.
Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala.
Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).

[sunting] Perkembangan Panjalu

Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut.

[sunting] Karya Sastra Zaman Kadiri

Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.

[sunting] Runtuhnya Kadiri

Arca Buddha Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakretagama.
Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang. Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kadiri, namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.

[sunting] Raja-Raja yang Pernah Memerintah Daha

Berikut adalah nama-nama raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota Kadiri:

[sunting] 1. Pada saat Daha menjadi ibu kota kerajaan yang masih utuh

Airlangga, merupakan pendiri kota Daha sebagai pindahan kota Kahuripan. Ketika ia turun takhta tahun 1042, wilayah kerajaan dibelah menjadi dua. Daha kemudian menjadi ibu kota kerajaan bagian barat, yaitu Panjalu.
Menurut Nagarakretagama, kerajaan yang dipimpin Airlangga tersebut sebelum dibelah sudah bernama Panjalu.

[sunting] 2. Pada saat Daha menjadi ibu kota Panjalu

[sunting] 3. Pada saat Daha menjadi bawahan Singhasari

Kerajaan Panjalu runtuh tahun 1222 dan menjadi bawahan Singhasari. Berdasarkan prasasti Mula Malurung, diketahui raja-raja Daha zaman Singhasari, yaitu:

[sunting] 4. Pada saat Daha menjadi ibu kota Kadiri

Jayakatwang, adalah keturunan Kertajaya yang menjadi bupati Gelang-Gelang. Tahun 1292 ia memberontak hingga menyebabkan runtuhnya Kerajaan Singhasari. Jayakatwang kemudian membangun kembali Kerajaan Kadiri. Tapi pada tahun 1293 ia dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit.

[sunting] 5. Pada saat Daha menjadi bawahan Majapahit

Sejak tahun 1293 Daha menjadi negeri bawahan Majapahit yang paling utama. Raja yang memimpin bergelar Bhre Daha tapi hanya bersifat simbol, karena pemerintahan harian dilaksanakan oleh patih Daha. Bhre Daha yang pernah menjabat ialah:
  1. Jayanagara 1295-1309 Nagarakretagama.47:2; Prasasti Sukamerta - didampingi Patih Lembu Sora.
  2. Rajadewi 1309-1375 Pararaton.27:15; 29:31; Nag.4:1 - didampingi Patih Arya Tilam, kemudian Gajah Mada.
  3. Indudewi 1375-1415 Pararaton.29:19; 31:10,21
  4. Suhita 1415-1429 ?
  5. Jayeswari 1429-1464 Pararaton.30:8; 31:34; 32:18; Waringin Pitu
  6. Manggalawardhani 1464-1474 Prasasti Trailokyapuri

[sunting] 6. Pada saat Daha menjadi ibu kota Majapahit

Menurut Suma Oriental tulisan Tome Pires, pada tahun 1513 Daha menjadi ibu kota Majapahit yang dipimpin oleh Bhatara Wijaya. Nama raja ini identik dengan Dyah Ranawijaya yang dikalahkan oleh Sultan Trenggana raja Demak tahun 1527.
Sejak saat itu nama Kediri lebih terkenal dari pada Daha.

Kerajaan Pagaruyung


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pagaruyuang
Malayapura
Pagaruyung Dārul Qadār
Dharmasraya 1347–1833 Flag of the Netherlands.svg
Bendera Kerajaan Pagaruyung Lambang Kerajaan Pagaruyung
Bendera Cap Mohor
Lokasi Pagaruyung
Ibu kota Pagaruyung
Bahasa Minang, Melayu, Sansekerta
Agama Dari Buddha berubah menjadi Islam
Pemerintahan Monarki
Sejarah
 - Didirikan 1347
 - Perang Padri 1833
Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan ini dirujuk dari Tambo yang ada pada masyarakat Minangkabau, yaitu nama sebuah nagari yang bernama Pagaruyung.[1] Kemudian hari, nama kerajaan ini dapat juga dirujuk dari inskripsi cap mohor Sultan Tangkal Alam Bagagar dari negeri Pagaruyung,[1] yaitu pada tulisan beraksara Jawi dalam lingkaran bagian dalam yang berbunyi sebagai berikut: Sultan Tangkal Alam Bagagar ibnu Sultan Khalīfatullāh yang mempunyai tahta kerajaan dalam negeri Pagaruyung Dārul Qadār Johan Berdaulat Zillullāh fīl 'Ālam.[2] Kerajaan ini akhirnya runtuh pada masa Perang Padri. Ditandatanganinya perjanjian antara kaum Adat dengan pihak Belanda telah menjadikan kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda.[3]
Sebelumnya kerajaan ini tergabung dalam Malayapura,[4] sebuah kerajaan yang pada Prasasti Amoghapasa disebutkan dipimpin oleh Adityawarman, yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi. Termasuk pula di dalam Malayapura adalah kerajaan Dharmasraya, serta kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman lainnya.[5]

Daftar isi

 [sembunyikan

[sunting] Sejarah

[sunting] Berdirinya Pagaruyung

Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti, dari Tambo yang diterima oleh masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika menganggap Adityawarman sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut, tepatnya menjadi Tuhan Surawasa, sebagaimana penafsiran dari Prasasti Batusangkar.
Dari manuskrip yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa[6] disebutkan pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayapura, Adityawarman merupakan putra dari Adwayawarman seperti yang terpahat pada Prasasti Kuburajo dan anak dari Dara Jingga, putri dari kerajaan Dharmasraya seperti yang disebut dalam Pararaton. Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih Gajah Mada berperang menaklukkan Bali dan Palembang,[7] pada masa pemerintahannya kemungkinan Adityawarman memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pedalaman Minangkabau.
Dari prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi[8] yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari mamak (paman) kepada kamanakan (kemenakan) telah terjadi pada masa tersebut.[9] Sementara pada sisi lain dari saluran irigasi tersebut terdapat juga sebuah prasasti yang beraksara Nagari atau Tamil, sehingga dapat menunjukan adanya sekelompok masyarakat dari selatan India dalam jumlah yang signifikan pada kawasan tersebut.[8]
Adityawarman pada awalnya dikirim untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera, dan bertahta sebagai raja bawahan (uparaja) dari Majapahit.[10] Namun dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh raja ini belum ada satu pun yang menyebut sesuatu hal yang berkaitan dengan bhumi jawa dan kemudian dari berita Cina diketahui Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke Cina sebanyak 6 kali selama rentang waktu 1371 sampai 1377.[9]
Setelah meninggalnya Adityawarman, kemungkinan Majapahit mengirimkan kembali ekspedisi untuk menaklukan kerajaan ini pada tahun 1409.[10] Legenda-legenda Minangkabau mencatat pertempuran dahsyat dengan tentara Majapahit di daerah Padang Sibusuk. Konon daerah tersebut dinamakan demikian karena banyaknya mayat yang bergelimpangan di sana. Menurut legenda tersebut tentara Jawa berhasil dikalahkan.
Sebelum kerajaan ini berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem politik semacam konfederasi, yang merupakan lembaga musyawarah dari berbagai Nagari dan Luhak. Dilihat dari kontinuitas sejarah, kerajaan Pagaruyung merupakan semacam perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat (Suku Minang).

[sunting] Pengaruh Hindu-Budha

Prasasti Adityawarman
Pengaruh Hindu-Budha di Sumatera bagian tengah telah muncul kira-kira pada abad ke-13,[11] yaitu dimulai pada masa pengiriman Ekspedisi Pamalayu oleh Kertanagara, dan kemudian pada masa pemerintahan Adityawarman dan putranya Ananggawarman. Kekuasaan dari Adityawarman diperkirakan cukup kuat mendominasi wilayah Sumatera bagian tengah dan sekitarnya.[5] Hal ini dapat dibuktikan dengan gelar Maharajadiraja yang disandang oleh Adityawarman seperti yang terpahat pada bahagian belakang Arca Amoghapasa, yang ditemukan di hulu sungai Batang Hari (sekarang termasuk kawasan Kabupaten Dharmasraya).
Dari prasasti Batusangkar disebutkan Ananggawarman sebagai yuvaraja melakukan ritual ajaran Tantris dari agama Buddha yang disebut hevajra yaitu upacara peralihan kekuasaan dari Adityawarman kepada putra mahkotanya, hal ini dapat dikaitkan dengan kronik Tiongkok tahun 1377 tentang adanya utusan San-fo-ts'i kepada Kaisar Cina yang meminta permohonan pengakuan sebagai penguasa pada kawasan San-fo-ts'i.[12]
Beberapa kawasan pedalaman Sumatera tengah sampai sekarang masih dijumpai pengaruhi agama Buddha antara lain kawasan percandian Padangroco, kawasan percandian Padanglawas dan kawasan percandian Muara Takus. Kemungkinan kawasan tersebut termasuk kawasan taklukan Adityawarman.[10] Sedangkan tercatat penganut taat ajaran ini selain Adityawarman pada masa sebelumnnya adalah Kubilai Khan dari Mongol dan raja Kertanegara dari Singhasari.[13]

[sunting] Pengaruh Islam

Perkembangan agama Islam setelah akhir abad ke-14 sedikit banyaknya memberi pengaruh terutama yang berkaitan dengan sistem patrialineal, dan memberikan fenomena yang relatif baru pada masyarakat di pedalaman Minangkabau. Pada awal abad ke-16, Suma Oriental yang ditulis antara tahun 1513 and 1515, mencatat dari ke-tiga raja Minangkabau, hanya satu yang telah menjadi muslim sejak 15 tahun sebelumnya.[14]
Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan, adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan bernama Sultan Alif.[15]
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang terkenal: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah", yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada Al-Quran. Namun dalam beberapa hal masih ada beberapa sistem dan cara-cara adat masih dipertahankan dan inilah yang mendorong pecahnya perang saudara yang dikenal dengan nama Perang Padri yang pada awalnya antara Kaum Padri (ulama) dengan Kaum Adat, sebelum Belanda melibatkan diri dalam peperangan ini.[16]
Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung dengan ditambahnya unsur pemerintahan seperti Tuan Kadi dan beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Islam. Penamaan negari Sumpur Kudus yang mengandung kata kudus yang berasal dari kata Quduus (suci) sebagai tempat kedudukan Rajo Ibadat dan Limo Kaum yang mengandung kata qaum jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau Islam. Selain itu dalam perangkat adat juga muncul istilah Imam, Katik (Khatib), Bila (Bilal), Malin (Mu'alim) yang merupakan pengganti dari istilah-istilah yang berbau Hindu dan Buddha yang dipakai sebelumnya misalnya istilah Pandito (pendeta).

[sunting] Hubungan dengan Belanda dan Inggris

Pada awal abad ke-17, kerajaan ini terpaksa harus mengakui kedaulatan kesultanan Aceh,[17] dan mengakui para gubernur Aceh yang ditunjuk untuk daerah pesisir pantai barat Sumatera. Namun sekitar tahun 1665, masyarakat Minang di pesisir pantai barat bangkit dan memberontak terhadap gubernur Aceh. Dari surat penguasa Minangkabau yang menyebut dirinya Raja Pagaruyung mengajukan permohonan kepada VOC, dan VOC waktu itu mengambil kesempatan sekaligus untuk menghentikan monopoli Aceh atas emas dan lada.[18] Selanjutnya VOC melalui seorang regent-nya di Padang, Jacob Pits yang daerah kekuasaannya meliputi dari Kotawan di selatan sampai ke Barus di utara Padang mengirimkan surat tanggal 9 Oktober 1668 ditujukan kepada Sultan Ahmadsyah, Iskandar Zur-Karnain, Penguasa Minangkabau yang kaya akan emas serta memberitahukan bahwa VOC telah menguasai kawasan pantai pesisir barat sehingga perdagangan emas dapat dialirkan kembali pada pesisir pantai.[19] Menurut catatan Belanda, Sultan Ahmadsyah meninggal dunia tahun 1674[20] dan digantikan oleh anaknya yang bernama Sultan Indermasyah.[21]
Ketika VOC berhasil mengusir Kesultanan Aceh dari pesisir Sumatera Barat tahun 1666,[1] melemahlah pengaruh Aceh pada Pagaruyung. Hubungan antara daerah-daerah rantau dan pesisir dengan pusat Kerajaan Pagaruyung menjadi erat kembali. Saat itu Pagaruyung merupakan salah satu pusat perdagangan di pulau Sumatera, disebabkan adanya produksi emas di sana. Demikianlah hal tersebut menarik perhatian Belanda dan Inggris untuk menjalin hubungan dengan Pagaruyung. Terdapat catatan bahwa tahun 1684, seorang Portugis bernama Tomas Dias melakukan kunjungan ke Pagaruyung atas perintah gubernur jenderal Belanda di Malaka.[22]
Sekitar tahun 1750 kerajaan Pagaruyung mulai tidak menyukai keberadaan VOC di Padang dan pernah berusaha membujuk Inggris yang berada di Bengkulu, bersekutu untuk mengusir Belanda walaupun tidak ditanggapi oleh pihak Inggris.[23] Namun pada tahun 1781 Inggris berhasil menguasai Padang untuk sementara waktu,[24] dan waktu itu datang utusan dari Pagaruyung memberikan ucapan selamat atas keberhasilan Inggris mengusir Belanda dari Padang.[25] Menurut Marsden tanah Minangkabau sejak lama dianggap terkaya dengan emas, dan waktu itu kekuasaan raja Minangkabau disebutnya sudah terbagi atas raja Suruaso dan raja Sungai Tarab dengan kekuasaan yang sama.[25] Sebelumnya pada tahun 1732, regent VOC di Padang telah mencatat bahwa ada seorang ratu bernama Yang Dipertuan Puti Jamilan telah mengirimkan tombak dan pedang berbahan emas, sebagai tanda pengukuhan dirinya sebagai penguasa bumi emas.[26] Walaupun kemudian setelah pihak Belanda maupun Inggris berhasil mencapai kawasan pedalaman Minangkabau, namun mereka belum pernah menemukan cadangan emas yang signifikan dari kawasan tersebut.[27]
Sebagai akibat konflik antara Inggris dan Perancis dalam Perang Napoleon di mana Belanda ada di pihak Perancis, maka Inggris memerangi Belanda dan kembali berhasil menguasai pantai barat Sumatera Barat antara tahun 1795 sampai dengan tahun 1819. Thomas Stamford Raffles mengunjungi Pagaruyung di tahun 1818, yang sudah mulai dilanda peperangan antara kaum Padri dan kaum Adat. Saat itu Raffles menemukan bahwa ibukota kerajaan mengalami pembakaran akibat peperangan yang terjadi.[28] Setelah terjadi perdamaian antara Inggris dan Belanda di tahun 1814, maka Belanda kembali memasuki Padang pada bulan Mei tahun 1819. Belanda memastikan kembali pengaruhnya di pulau Sumatera dan Pagaruyung, dengan ditanda-tanganinya Traktat London di tahun 1824 dengan Inggris.

[sunting] Runtuhnya Pagaruyung

Kekuasaan raja Pagaruyung sudah sangat lemah pada saat-saat menjelang perang Padri, meskipun raja masih tetap dihormati. Daerah-daerah di pesisir barat jatuh ke dalam pengaruh Aceh, sedangkan Inderapura di pesisir selatan praktis menjadi kerajaan merdeka meskipun resminya masih tunduk pada raja Pagaruyung.
Pada awal abad ke-19 pecah konflik antara kaum Padri dan kaum Adat. Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara mereka. Seiring itu dibeberapa negeri dalam kerajaan Pagaruyung bergejolak, dan puncaknya kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung pada tahun 1815. Sultan Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir dan melarikan diri dari ibukota kerajaan ke Lubukjambi.[29][30]
Karena terdesak kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada Belanda, dan sebelumnya mereka telah melakukan diplomasi dengan Inggris sewaktu Raffles mengunjungi Pagaruyung serta menjanjikan bantuan kepada mereka.[1] Pada tanggal 10 Februari 1821[3] Sultan Tangkal Alam Bagagar, yaitu kemenakan dari Sultan Arifin Muningsyah yang berada di Padang,[20] beserta 19 orang pemuka adat lainnya menandatangani perjanjian dengan Belanda untuk bekerjasama dalam melawan kaum Padri. Walaupun sebetulnya Sultan Tangkal Alam Bagagar waktu itu dianggap tidak berhak membuat perjanjian dengan mengatasnamakan kerajaan Pagaruyung.[1] Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Belanda.[16] Kemudian setelah Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari kaum Padri, pada tahun 1824 atas permintaan Letnan Kolonel Raaff, Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Muningsyah kembali ke Pagaruyung, namun pada tahun 1825 Sultan Arifin Muningsyah raja terakhir Minangkabau ini wafat dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung.[20]
Sementara Sultan Tangkal Alam Bagagar pada sisi lain ingin diakui sebagai Raja Pagaruyung, namun pemerintah Hindia-Belanda dari awal telah membatasi kewenangannya dan hanya mengangkatnya sebagai Regent Tanah Datar.[20] Kemungkinan karena kebijakan tersebut menimbulkan dorongan pada Sultan Tangkal Alam Bagagar untuk mulai memikirkan bagaimana mengusir Belanda dari negerinya.[1]
Setelah menyelesaikan Perang Diponegoro di Jawa, Belanda kemudian berusaha menaklukkan kaum Padri dengan kiriman tentara dari Jawa, Madura, Bugis dan Ambon.[31] Namun ambisi kolonial Belanda tampaknya membuat kaum adat dan kaum Padri berusaha melupakan perbedaan mereka dan bersekutu secara rahasia untuk mengusir Belanda. Pada tanggal 2 Mei 1833 Sultan Tangkal Alam Bagagar ditangkap oleh Letnan Kolonel Elout di Batusangkar atas tuduhan pengkhianatan. Ia dibuang ke Batavia (Jakarta sekarang) sampai akhir hayatnya, dan dimakamkan di pekuburan Mangga Dua.[32]
Setelah kejatuhannya, pengaruh dan prestise kerajaan Pagaruyung tetap tinggi terutama pada kalangan masyarakat Minangkabau yang berada di rantau. Salah satu ahli waris kerajaan Pagaruyung diundang untuk menjadi penguasa di Kuantan.[33] Begitu juga sewaktu Raffles masih bertugas di Semenanjung Malaya, dia berjumpa dengan kerabat Pagaruyung yang berada di Negeri Sembilan, dan Raffles bermaksud mengangkat Yang Dipertuan Ali Alamsyah yang dianggapnya masih keturunan langsung raja Minangkabau sebagai raja di bawah perlindungan Inggris.[1] Sementara setelah berakhirnya Perang Padri, Tuan Gadang di Batipuh meminta pemerintah Hindia-Belanda untuk memberikan kedudukan yang lebih tinggi dari pada sekedar Regent Tanah Datar yang dipegangnya setelah menggantikan Sultan Tangkal Alam Bagagar, namun permintaan ini ditolak oleh Belanda,[34] hal ini nantinya termasuk salah satu pendorong pecahnya pemberontakan di Batipuh selain masalah cultuurstelsel.[20]

[sunting] Wilayah kekuasaan

Menurut Tomé Pires dalam Suma Oriental,[14] tanah Minangkabau selain dataran tinggi pedalaman Sumatera tempat dimana rajanya tinggal, juga termasuk wilayah pantai timur Arcat (antara Aru dan Rokan) ke Jambi dan kota-kota pelabuhan pantai barat Panchur (Barus), Tiku dan Pariaman. Dari catatan tersebut juga dinyatakan tanah Indragiri, Siak dan Arcat merupakan bagian dari tanah Minangkabau, dengan Teluk Kuantan sebagai pelabuhan utama raja Minangkabau tersebut. Namun belakangan daerah-daerah rantau seperti Siak, Kampar dan Indragiri kemudian lepas dan ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka dan Kesultanan Aceh.[35]
Wilayah pengaruh politik Kerajaan Pagaruyung adalah wilayah tempat hidup, tumbuh, dan berkembangnya kebudayaan Minangkabau. Wilayah ini dapat dilacak dari pernyataan tambo (legenda adat) berbahasa Minang ini: [36]
Dari Sikilang Aia Bangih
Hingga Taratak Aia Hitam
Dari Durian Ditakuak Rajo
Hingga Sialang Balantak Basi
Sikilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di daerah Pasaman Barat, berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu. Durian Ditakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang. Secara lengkapnya, di dalam tambo dinyatakan bahwa Alam Minangkabau (wilayah Kerajaan Pagaruyung) adalah sebagai berikut:

Nan salilik Gunuang Marapi
Saedaran Gunuang Pasaman
Sajajaran Sago jo Singgalang
Saputaran Talang jo Kurinci
Dari Sirangkak nan Badangkang
Hinggo Buayo Putiah Daguak
Sampai ka Pintu Rajo Hilia
Hinggo Durian Ditakuak Rajo
Sipisau-pisau Hanyuik
Sialang Balantak Basi
Hinggo Aia Babaliak Mudiak
Sailiran Batang Bangkaweh
Sampai ka ombak nan badabua
Sailiran Batang Sikilang
Hinggo lauik nan sadidieh
Ka timua Ranah Aia Bangih
Rao jo Mapat Tunggua
Gunuang Mahalintang
Pasisia Banda Sapuluah
Taratak Aia Hitam
Sampai ka Tanjuang Simalidu
Pucuak Jambi Sambilan Lurah

Daerah Luhak nan Tigo
Daerah di sekeliling Gunung Pasaman
Daerah sekitar Gunung Sago dan Gunung Singgalang
Daerah sekitar Gunung Talang dan Gunung Kerinci
Daerah Pariangan Padang Panjang dan sekitarnya
Daerah di Pesisir Selatan hingga Muko-Muko
Daerah Jambi sebelah barat
Daerah yang berbatasan dengan Jambi
Daerah sekitar Indragiri Hulu hingga Gunung Sailan (Gunung Sahilan, Kampar)
Daerah sekitar Gunung Sailan dan Singingi
Daerah hingga ke rantau pesisir sebelah timur
Daerah sekitar Danau Singkarak dan Batang Ombilin
Daerah hingga Samudra Indonesia
Daerah sepanjang pinggiran Batang Sikilang (Pasaman Barat)
Daerah yang berbatasan dengan Samudra Indonesia
Daerah sebelah timur Air Bangis (Sungai Beremas, Pasaman Barat)
Daerah di kawasan Rao dan Mapat Tunggua
Daerah perbatasan dengan Tapanuli selatan
Daerah sepanjang pantai barat Sumatra
Daerah sekitar Silauik dan Lunang
Daerah hingga Tanjung Simalidu
Daerah sehiliran Batang Hari

[sunting] Sistem pemerintahan

Daftar raja Malayapura
Masa Dharmasraya
Trailokyaraja 1183
Tribhuwanaraja 1286–1316
Masa Peralihan
Akarendrawarman 1316–1347
Maharajadiraja
Adityawarman 1347–1375
Ananggawarman 1375–(?)
Yang Dipertuan Pagaruyung
Sultan Ahmadsyah (?)–1674
Sultan Indermasyah 1674–1730
Sultan Arifin Muningsyah 1780–1821
Dibawah Belanda
Sultan Tangkal Alam Bagagar 1821–1833
Tuan Gadang di Batipuh 1833–1841
Kerabat diraja Pagaruyung
Kerajaan Inderapura
Kerajaan Negeri Sembilan
Kesultanan Siak Sri Inderapura

[sunting] Aparat pemerintahan

Adityawarman pada awalnya menyusun sistem pemerintahannya mirip dengan sistem pemerintahan yang ada di Majapahit[15] masa itu, meskipun kemudian menyesuaikannya dengan karakter dan struktur kekuasaan kerajaan sebelumnya (Dharmasraya dan Sriwijaya) yang pernah ada pada masyarakat setempat. Ibukota diperintah secara langsung oleh raja, sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh Datuk setempat.[37]
Setelah masuknya Islam, Raja Alam yang berkedudukan di Pagaruyung melaksanakan tugas pemerintahannya dengan bantuan dua orang pembantu utamanya (wakil raja), yaitu Raja Adat yang berkedudukan di Buo, dan Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Bersama-sama mereka bertiga disebut Rajo Tigo Selo, artinya tiga orang raja yang "bersila" atau bertahta. Raja Adat memutuskan masalah-masalah adat, sedangkan Raja Ibadat mengurus masalah-masalah agama. Bila ada masalah yang tidak selesai barulah dibawa ke Raja Pagaruyung. Istilah lainnya yang digunakan untuk mereka dalam bahasa Minang ialah tigo tungku sajarangan. Untuk sistem pergantian raja di Minangkabau menggunakan sistem patrilineal[38] berbeda dengan sistem waris dan kekerabatan suku yang masih tetap pada sistem matrilineal.[15]
Selain kedua raja tadi, Raja Alam juga dibantu oleh para pembesar yang disebut Basa Ampek Balai, artinya "empat menteri utama". Mereka adalah:
  1. Bandaro yang berkedudukan di Sungai Tarab.
  2. Makhudum yang berkedudukan di Sumanik.
  3. Indomo yang berkedudukan di Suruaso.
  4. Tuan Gadang yang berkedudukan di Batipuh.
Belakangan, pengaruh Islam menempatkan Tuan Kadi yang berkedudukan di Padang Ganting masuk menjadi Basa Ampek Balai. Ia mengeser kedudukan Tuan Gadang di Batipuh, dan bertugas menjaga syariah agama.
Sebagai aparat pemerintahan, masing-masing Basa Ampek Balai punya daerah-daerah tertentu tempat mereka berhak menagih upeti sekedarnya, yang disebut rantau masing-masing pembesar tersebut. Bandaro memiliki rantau di Bandar X, rantau Tuan Kadi adalah di VII Koto dekat Sijunjung, Indomo punya rantau di bagian utara Padang sedangkan Makhudum punya rantau di Semenanjung Melayu, di daerah pemukiman orang Minangkabau di sana.
Selain itu dalam menjalankan roda pemerintahan, kerajaan juga mengenal aparat pemerintah yang menjalankan kebijakan dari kerajaan sesuai dengan fungsi masing-masing, yang sebut Langgam nan Tujuah. Mereka terdiri dari:
  1. Pamuncak Koto Piliang
  2. Perdamaian Koto Piliang
  3. Pasak Kungkuang Koto Piliang
  4. Harimau Campo Koto Piliang
  5. Camin Taruih Koto Piliang
  6. Cumati Koto Piliang
  7. Gajah Tongga Koto Piliang

[sunting] Pemerintahan Darek dan Rantau

Dalam laporannya, Tomé Pires telah memformulasikan struktur wilayah dari tanah Minangkabau dalam darek (land) dan rantau (sea/coast),[14] walaupun untuk beberapa daerah pantai timur Sumatera seperti Jambi dan Palembang disebutkan telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa.
Kerajaan Pagaruyung membawahi lebih dari 500 nagari, yang merupakan satuan wilayah otonom pemerintahan. Nagari-nagari ini merupakan dasar kerajaan, dan mempunyai kewenangan yang luas dalam memerintah. Suatu nagari mempunyai kekayaannya sendiri dan memiliki pengadilan adatnya sendiri. Beberapa buah nagari kadang-kadang membentuk persekutuan. Misalnya Bandar X adalah persekutuan sepuluh nagari di selatan Padang. Kepala persekutuan ini diambil dari kaum penghulu, dan sering diberi gelar raja. Raja kecil ini bertindak sebagai wakil Raja Pagaruyung.
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang mendomisili kawasan tersebut.[15]

[sunting] Darek

Luhak nan Tigo
Luhak Tanah Data Luhak Agam Luhak Limopuluah
Alam Surambi Sungai Pagu Ampek-Ampek Angkek Hulu
Batipuah Sapuluah Koto Lawang nan Tigo Balai Lareh
Kubuang Tigobaleh Nagari-nagari Danau Maninjau Luhak
Langgam nan Tujuah
Ranah
Limokaum Duobaleh Koto
Sandi
Lintau Sambilan Koto

Lubuak nan Tigo

Nilam Payuang Sakaki

Pariangan Padangpanjang

Sungai Tarab Salapan Batua

Talawi Tigo Tumpuak

Tanjuang nan Tigo

Sapuluah Koto di Ateh

Di daerah Darek atau daerah inti kerajaan Pagaruyung terbagi atas 3 luhak (Luhak Nan Tigo, yaitu Luhak Tak nan Data, belakangan menjadi Tanah Data, Luhak Agam dan Luhak Limopuluah), umumnya nagari-nagari ini diperintah oleh para penghulu, yang mengepalai masing-masing suku yang berdiam dalam nagari tersebut. Penghulu dipilih oleh anggota suku, dan warga nagari mengendalikan pemerintahan melalui para penghulu mereka. Keputusan pemerintahan diambil melalui kesepakatan para penghulu, setelah dimusyawarahkan terlebih dahulu. Di daerah inti Kerajaan Pagaruyung ini, Raja Pagaruyung hanya bertindak sebagai penengah meskipun ia tetap dihormati.

[sunting] Rantau

Raja Pagaruyung mengendalikan secara langsung daerah Rantau. Ia boleh membuat peraturan dan memungut pajak di sana. Daerah-daerah rantau ini meliputi Pasaman, Kampar, Rokan, Indragiri dan Batanghari. Wilayah rantau pada awalnya merupakan tempat mencari kehidupan bagi suku Minangkabau.
Masing-masing luhak memiliki wilayah rantaunya sendiri. Penduduk Tanah Datar merantau ke arah barat dan tenggara, penduduk Agam merantau ke arah utara dan barat, sedangkan penduduk Limopuluah Koto merantau ke daerah Riau daratan sekarang, yaitu Rantau Kampar Kiri dan Rantau Kampar Kanan. Selain itu, terdapat daerah perbatasan wilayah luhak dan rantau yang disebut sebagai Ujuang Darek Kapalo Rantau. Di daerah rantau seperti di Pasaman, kekuasaan penghulu ini sering berpindah kepada raja-raja kecil, yang memerintah turun temurun. Di Inderapura, raja mengambil gelar sultan.
Pembagian daerah rantau adalah sebagai berikut:
Rantau Luhak Tanah Data
Rantau Nan Kurang Aso Duo Puluah
  • Lubuak Ambacang
  • Lubuak Jambi
  • Gunuang Koto
  • Benai
  • Pangian
  • Basra
  • Sitinjua
  • Kopa
  • Taluak Ingin
  • Inuman
  • Surantiah
  • Taluak Rayo
  • Simpang Kulayang
  • Aia Molek
  • Pasia Ringgit
  • Kuantan
  • Talang Mamak
  • Kualo Thok
Rantau Pasisia Panjang (Rantau Banda Sapuluah)
Nagari Tarusan, Tapan, Lunang, Silauik dan Indropuro awalnya tidak dimasukkan sebagai anggota Bandar Sepuluh. Begitu pula Bayang.
Ujuang Darek Kapalo Rantaunya
  • Anduriang Kayu Tanam
  • Guguak Kapalo Hilalang
  • Sicincin
  • Toboh Pakandangan
  • Duo Kali Sabaleh Anam Lingkuang
  • Tujuah Koto
  • Sungai Sariak.
Rantau Luhak Agam
  • Nagari-nagari pantai barat Sumatera
  • Pasaman Barat
  • Pasaman Timur
  • Panti
  • Rao
  • Lubuak Sikapiang
  • dll.
Ujuang Darek Kapalo Rantaunya
  • Palembayan
  • Silareh Aia
  • Lubuak Basuang
  • Kampuang Pinang
  • Simpang Ampek
  • Sungai Garinggiang
  • Lubuak Bawan
  • Tigo Koto
  • Garagahan
  • Manggopoh
Rantau Luhak Limopuluah
  • Mangilang
  • Tanjuang Balik
  • Pangkalan
  • Koto Alam
  • Gunuang Malintang
  • Muaro Paiti
  • Rantau Barangin
  • Rokan Pandalian
  • Kuatan Singingi
  • Gunuang Sailan
  • Kuntu
  • Lipek Kain
  • Ludai
  • Ujuang Bukik
  • Sanggan
  • Tigo Baleh Koto Kampar
  • Sibiruang
  • Gunuang Malelo
  • Tabiang
  • Tanjuang
  • Gunuang Bungsu
  • Muaro Takuih
  • Pangkai
  • Binamang
  • Tanjuang Abai
  • Pulau Gadang
  • Baluang Koto Sitangkai
  • Tigo Baleh
  • Lubuak Aguang
  • Limo Koto Kampar Kuok
  • Salo
  • Bangkinang
  • Rumbio
  • Aia Tirih
  • Taratak Buluah
  • Pangkalan Indawang
  • Pangkalan Kapeh
  • Pangkalan Sarai
  • Koto Laweh
Selain ketiga daerah-daerah rantau tadi, terdapat suatu daerah rantau yang terletak di wilayah Malaysia sekarang, yaitu Rantau Nan Sambilan (Negeri Sembilan). Nagari-nagarinya adalah
  • Jelai
  • Jelebu
  • Jehol
  • Kelang
  • Naning
  • Pasir Besar
  • Rembau
  • Segamat
  • Sungai Ujong